Rencana kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11% jadi 12% mulai Januari 2025 bikin banyak orang protes karena dianggap semakin membebani masyarakat.
Selain kenaikan PPN, ada juga kebijakan pajak lain yang sudah menuai keluhan sebelumnya, salah satunya soal perhitungan pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 lewat sistem Tarif Efektif Rata-rata (TER).
Skema perhitungan PPh 21 dengan TER ini sudah diterapkan sejak Januari 2024. Setelah hampir setahun berjalan, banyak orang mulai mengeluhkan skema ini. Di X, beberapa warga mengungkapkan keluhan tentang potongan pajak yang bikin gaji, tunjangan hari raya (THR), dan bonus yang diterima jauh lebih kecil dari yang mereka harapkan. Semakin tinggi penghasilan bruto karyawan tetap, semakin terasa dampak besar dari skema baru ini.
Menurut Andry Asmoro, Chief Economist Bank Mandiri, potongan pajak yang lebih besar saat karyawan dapat penghasilan tambahan seperti bonus akhir tahun bisa menghambat konsumsi masyarakat. Soalnya, penghasilan yang diterima jauh lebih sedikit daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Meski begitu, Ditjen Pajak Kementerian Keuangan sempat bilang bakal evaluasi skema TER ini. Tapi, Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Dwi Astuti, menyebut bahwa perubahan tarif TER PPh 21 masih dalam kajian internal mereka.
Sebagai info, tarif efektif PPh 21 ini hanya digunakan untuk menghitung pajak penghasilan pegawai tetap selama Januari hingga November, yang dihitung dengan mengalikan penghasilan bruto bulanan dengan tarif efektif bulanan. Untuk bulan Desember, perhitungan pajaknya bakal kembali seperti sebelumnya, yaitu menggunakan tarif Pasal 17 huruf a UU PPh, sesuai aturan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023.