Setelah tiga dekade, akhirnya Jepang mengucapkan selamat tinggal pada floppy disk atau disket. Media penyimpanan yang kita kenal sejak tahun 1970-1990-an ini akhirnya dianggap sebagai barang ketinggalan zaman pada awal abad ini. Meskipun begitu, hingga bulan lalu, masyarakat Jepang masih diminta untuk menggunakan disket saat menyerahkan dokumen kepada pemerintah.
Lebih dari 1.000 peraturan mewajibkan penggunaan disket dalam berbagai urusan pemerintahan. Tapi aturan tersebut akhirnya dihapuskan oleh Menteri Digital Taro Kono. Pada tahun 2021, Kono menyatakan “perang” terhadap floppy disk. Dan akhir bulan lalu, dia bangga mengumumkan kemenangan dalam “perang” tersebut.
Kono sudah lama berniat untuk menghilangkan teknologi lama sejak dia menjabat sebagai Menteri Digital. Dia bahkan berencana untuk menghapus mesin faks, yang sampai saat ini masih banyak digunakan di tempat kerja di Jepang. Jepang, yang dulunya dikenal sebagai negara besar di bidang teknologi, belakangan ini tertinggal dalam hal transformasi digital global karena cenderung menolak perubahan.
Pengumuman penghapusan penggunaan floppy disk di media sosial Jepang menuai beragam reaksi. Banyak yang menganggap penggunaan disket sebagai sesuatu yang sudah ketinggalan zaman. Ada juga yang merasa nostalgia, berharap agar floppy disk kembali populer di situs lelang.
Floppy disk, yang ditemukan pada tahun 1960-an, tidak lagi digunakan secara luas sejak ditemukannya solusi penyimpanan yang lebih efisien pada 1990-an. Dengan maksimal kapasitas hanya 1,44 MB, floppy disk kalah jauh dengan memory stick yang bisa menyimpan hingga 32GB informasi.
Sony, produsen disk terakhir, menghentikan produksi floppy disk pada tahun 2011. Sebagai bagian dari upaya digitalisasi birokrasi yang terlambat, Jepang meluncurkan Badan Digital pada September 2021 yang dipimpin oleh Kono. Namun, upaya untuk digitalisasi tampaknya lebih mudah diucapkan daripada dilakukan.
Banyak bisnis di Jepang masih membutuhkan dokumen resmi yang disahkan dengan stempel pribadi berukir, hanko. Meskipun pemerintah telah berupaya untuk menghapus penggunaan hanko secara bertahap, namun kebiasaan ini sulit untuk diubah.
Pada tahun 2019, provider pager terakhir di Jepang menutup layanannya, menandakan akhir dari era pager di negara tersebut. Pengguna terakhir menyatakan bahwa pager merupakan metode komunikasi pilihannya karena kemudahan penggunaan bagi ibunya yang sudah tua.
Jepang memang harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan tren digital global, namun perubahan tidak selalu mudah. Semoga dengan menghapus penggunaan floppy disk, Jepang dapat mulai melangkah ke arah yang lebih modern dan efisien dalam hal teknologi dan administrasi.